Sumpah Pemuda as a Reference for Justice of the People of the Country in the Middle of Rampant Innovation and Technology
Berbicara tentang sumpah pemuda maka yang terlintas di pikiran kita adalah aksi heroik pemuda masa dulu dalam memperjuangkan keadilan rakyat Indonesia yang saat itu dijajah Belanda. Lalu apa kaitannya dengan judul di atas? Itulah yang akan kita kulik lebih dalam pada artikel ini.
Sumpah pemuda tidak semata-mata sebuah aksi masa lalu yang harus dikenang. Mengenangnya saja belum cukup untuk kita yang bergelar sebagai “anak milenial” perlu adanya gebrakan yang mencerminkan semangat Sumpah Pemuda dalam era kita yakni era revolusi industri 4.0 yang jelas tantangannya pun berbeda dengan masa lalu.
Jika pada masa lalu pemuda melawan bangsa lain maka kita di era revolusi industri 4.0 beralih melawan ketidakadilan yang tengah marak terjadi pada perkembangan Inovasi dan Teknologi.
Berbicara mengenai keadilan dan ketidakadilan seperti yang kita tahu ukuran mengenai keadilan sering di tafsirkan dalam arti yang berbeda-beda. Macam keadilan pun banyak misal keadilan dalam ekonomi, hukum, politik dan lain sebagainya. Keadilan pun tidak terbatas pada macam keadilan yang sudah disebutkan tadi.
Kita semua tahu bahwa kita, Bangsa Indonesia berada di Revolusi Industri 4.0 dimana semua hal di kombinasikan dengan teknologi siber. Tidak dipungkiri perlahan semua sudah beralih ke arah digital. Berbagai teknologi yang menjadi tanda dimulainya revolusi industri 4.0 sudah mulai diterapkan di berbagai aspek kehidupan. Perlu diketahui bahwasanya 4 teknologi yang menjadi penopang industri 4.0 yakini internet of things, human-machine interface, teknologi robotik dan sensor serta teknologi percetakan tiga dimensi (3D).
Indonesia diharapkan mampu melihat tantangan yang keberlanjutan sebagai peluang untuk membangun kemampuan industri nasional yang berbasis teknologi. Sementara itu teknologi diperlukan guna untuk membangun konektivitas yang terintegrasi. Salah satu cara menghadapi era revolusi industri 4.0 maka perlu adanya peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) melalui program pendidikan dan industri.
Salah satu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia adalah generasi milenial yang tidak bisa terbantahkan dan luput dari perubahan yang dibawa pada era revolusi industri 4.0 bahwasannya tak hanya pintar dan menguasai teori, mereka harus memiliki kemampuan belajar tinggi (learning ability) untuk mengikuti perubahan yang berlangsung.
Munculnya teknologi-teknologi mempengaruhi perubahan tatanan sosial, ekonomi dan politik yang sudah mapan di masyarakat. Lompatan-lompatan yang terjadi inilah yang membuat terjadinya gejolak yakni semua tergantung padanya komputerisasi dan internet/WiFi serta smartphone Android dalam segala hal misalnya e-learning, e-commerce, dan lainnya. Jika hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kualitasnya sumber daya manusia (SDM) dan pembentukan karakter bangsa sebagai identitas bangsa Indonesia maka akan mudah tersulut dan terbawa arus perpecahan dan lunturnya nilai-nilai Pancasila.
Di era kemajuan inovasi dan teknologi ini, para pemuda dapat melakukan berpuluh-puluh kali lipat lebih baik dibandingkan para pendahulunya di awal abad 20. Tingginya akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi, serta mudahnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain membuat berkumpul, berdiskusi dan bertukar gagasan lebih mudah. Teknologi digital tersedia dan bisa diakses hampir oleh semua lapisan masyarakat. Dengan kemajuan zaman seperti sekarang, komunikasi tetap bisa dilakukan sekalipun terpisah oleh ruang dan waktu. Inilah era digital, era revolusi industri 4.0.
Merujuk perjuangan Sumpah Pemuda 1928, kita yang hidup di era digital saat ini pun sesungguhnya mampu mewujudkan Sumpah Pemuda 4.0. Salah satunya memanfaatkan teknologi digital dengan memperkuat jejaring. Sebagai generasi penerus bangsa, perbanyak aktivitas dengan saling berbagi pengetahuan, berdiskusi, tukar ide atau informasi serta kerja sama yang produktif dan positif secara online. Namun sangat disayangkan semakin canggih teknologi ancamannya pun semakin besar. Salah satunya adalah ancaman hoaks.
Kemunculan berbagai teknologi memengaruhi perubahan tatanan sosial, ekonomi dan politik yang sudah mapan di masyarakat. Lompatan-lompatan ini yang kemudian memicu semua tergantung teknologi digital seperti e-learning, e-commerce, dan sebagainya. Jika hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas SDM dan pembentukan karakter sebagai identitas bangsa, akan mudah tersulut dan terbawa arus perpecahan dan lunturnya nilai-nilai Pancasila. Namun sayangnya terakhir ini, banyak generasi muda yang mudah terjebak oleh isu atau berita yang tidak jelas atau bohong alias hoaks tanpa dilakukan kroscek terlebih dahulu yang akhirnya mengadu domba satu sama lain.
Apa kaitannya keadilan dengan hoaks? Lalu apa hubungannya dengan peristiwa Sumpah Pemuda? Mungkin itu yang sedang di pikirkan pembaca.
Kita ambil contoh yang baru saja terjadi di Indonesia, sehari setelah Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang pada Senin, 5 Oktober 2020, massa melakukan aksi unjuk rasa di Jakarta dan di sejumlah kota di Indonesia. Puncaknya terjadi pada tanggal 8 Oktober 2020, sebenarnya pemerintah tidak melarang massa berdemo tapi sangat disayangkan aksi demo UU Cipta Kerja berubah menjadi aksi anarkisme karena banyak fasilitas publik di Jakarta dan beberapa kota lain yang dihancurkan dan dibakar. Aksi anarkisme inilah yang erat kaitannya dengan ketidakadilan. Bagaimana tidak, aksi pembakaran fasilitas umum merugikan semua pihak, pihak yang tidak ikut berdemo dan tergantung dengan fasilitas umum paling banyak mengalami ketidakadilan, begitu pula pemerintah yang harus membereskan kerusakan pada fasilitas umum yang pastinya membutuhkan anggaran untuk memperbaikinya. Seharusnya anggaran tidak digunakan untuk memperbaiki fasilitas umum yang dirusak pedemo berakhir pemerintah harus menyediakan anggaran untuk memperbaikinya, hal inilah contoh kaitannya hoaks dengan ketidakadilan. Hoaks merangsang seseorang untuk bertindak yang tindakannya ini bisa menyebabkan ketidakadilan bagi beberapa pihak.
Sungguh disayangkan ada pihak yang diduga berusaha memanfaatkan situasi guna memperkeruh suasana dengan melempar berita bohong atau hoaks. Alhasil banyak pihak yang karena ketidaktahuannya terkait UU Cipta Kerja pun berbondong-bondong menolak, termasuk kaum pemuda dan pelajar. Mereka menjadi korban hoaks yang sengaja dilempar oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab dan disebarkan secara masif lewat medsos karena mudah diakses oleh semua orang. Aksi massa menjurus ke tindakan anarkis ini sebetulnya bisa dicegah dan tidak perlu terjadi bila kita mampu meredamnya dengan pengetahuan dan mencari tahu kebenarannya.
Mari kita kembali lagi ke masa Sumpah Pemuda pada tahun 1928, kita lihat cara perlawanan pemuda waktu itu, mereka tidak lagi menggunakan kekerasan untuk melawan penjajah mereka menggunakan pena alih-alih membawa senjata, tidak lagi rusuh dengan kekerasan tapi halus nan menyakitkan dengan kritik melalui tulisan. Itulah yang harusnya di reimplementasikan oleh pemuda saat ini dari peristiwa Sumpah Pemuda untuk melawan hoaks. Terlebih di era saat ini, akses terbuka lebar dengan mempelajari isu-isu yang berkembang di masyarakat dengan bantuan teknologi digital. Para pemuda seharusnya bisa lebih cerdas lagi dalam mencerna informasi yang menyesatkan. Bila mendapat info dari media sosial, hal itu sebenarnya bisa ditelusuri lebih dalam dan lanjut yakni mengakses dari berbagai sumber berita yang selama ini bisa dipercaya kebenarannya. Lalu masalah tersebut juga bisa didiskusikan dengan kepala dingin dan secara intelektual dengan sajian fakta-fakta yang riil.
Apa saja yang harus kita lakukan sebagai pemuda milenial sebagai reinterpretasi Sumpah Pemuda 1928?
Teknologi dan berbagai inovasi lain telah memudahkan hidup kita, lantas dengan adanya hal tersebut jangan juga membuat berita hoaks dengan mudah tersebar di kalangan masyarakat. Kita sebagai generasi milenial harus mampu menghadang berita-berita yang tidak jelas asalnya dengan cara yang proscek terlebih dahulu berita yang masuk tidak langsung ikut menyebarkan tanpa tahu pasti seperti apa berita tersebut. Di lain sisi untuk memerangi atau menghadapi dampak negatif revolusi industri 4.0 kita tidak lagi pantas memeranginya dengan kekerasan hingga menimbulkan kerusakan karena kita sudah pada zaman modern. Kita bukan lagi dijajah bangsa asing yang cara melawannya menggunakan senjata. Kita cukup melawannya dengan pemikiran kritis kita. Memanfaatkan teknologi yang ada untuk penelusuran asal berita dan semacamnya untuk melihat/mencari benar tidaknya berita. Dengan begitu “Sumpah Pemuda Sebagai Acuan Keadilan Rakyat Negeri di Tengah Maraknya Inovasi dan Teknologi” bisa diterapkan pada era Revolusi Industri 4.0 atau dengan kata lain menjadikan Sumpah Pemuda 1928 sebagai acuan Sumpah Pemuda 4.0. Oleh karena itu kita sebagai generasi milenial harus mereinterprentasikan semangat sumpah pemuda untuk menjaga keadilan rakyat negeri dengan cara memerangi hoaks di tengah maraknya inovasi dan teknologi.
smongkoo
BalasHapusSylna tarik dulu baru semongko wkwkw
HapusUwU
BalasHapusUwa uwu uwa uwu... Can't wait cerpennya rendi
Hapus